“If people would dare to speak …, there would be a good deal less
sorrow in the world a hundred years hence. – Jika orang-orang berani
bicara …, dipastikan kesedihan di dunia ini akan berkurang bahkan
dalam seratus tahun berikutnya.”
~ Samuel Butler
The Way of All Flesh
Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah kisah nyata yang
terjadi di Cina tentang kecelakaan tragis di area Tiger Taming Hill.
Kisah nyata tersebut mengungkap detik-detik sebelum kecelakaan
terjadi. Berawal ketika 3 begundal yang kejam dan bengis memaksa
seorang wanita sopir bis untuk melakukan tindak asusila.
Sementara itu sebagian besar penumpang tidak sedikit pun peduli.
Hati nurani mereka seakan tertutup rapat. Namun ada seorang pria
paruh baya yang berusaha melawan keganasan para begundal itu dengan
sekuat tenaga dan berteriak kepada rekannya sesama penumpang agar
mau menolong. Tetapi usahanya sia-sia, karena tak satupun diantara
para penumpang itu bergeming. Sehingga pria itupun terjungkal
kesakitan setelah dihajar oleh 3 begundal.
Setelah diperlakukan tidak senonoh, si sopir cantik itu justru
berubah menjadi bersikap aneh. Ia tidak menunjukkan kesedihan, namun
berlaku kasar kepada pria yang tadi berusaha menolongnya. Dengan
nada suara keras sopir wanita tersebut balik mengusir pria tadi agar
segera turun dari bis dan mengancam tidak akan mengemudikan bis bila
pria tersebut nekat bertahan.
Pria tersebut menolak pergi. Tetapi tiba-tiba beberapa penumpang
lain yang bertubuh kekar menyeret pria tersebut turun lalu
melemparkannya di jalanan tanpa belas kasihan sedikit pun. Pria
itupun tersungkur bersama tas bawaannya.
Sopir tersebut kemudian mengemudikan bis dengan kecepatan sangat
tinggi. Tak seorangpun menduga bila sopir wanita itu tiba-tiba
menghempaskan arah kemudi bis ke tebing curam. Keesokan harinya
berbagai media surat kabar mengabarkan kecelakaan tragis yang
menewaskan seluruh penumpang termasuk sang sopir cantik. Sebuah
surat kabar menyebutkan bahwa pria paruh baya itu menangis histeris
setelah membaca berita tersebut dari surat kabar.
Kita dapat melihat begitu berat menjalani peran seperti sosok pria
paruh baya yang ada dalam kejadian di atas. Upaya yang begitu keras
untuk menolong justru membuatnya dimusuhi dan dihajar habis-habisan
oleh para begundal yang kejam. Ia harus menghadapi kenyataan pahit,
karena usahanya meneriakkan moralitas kandas di tengah sikap para
penumpang yang acuh tak acuh.
Memang selalu ada risiko bila kita mencoba berbicara entah lewat
kata-kata maupun perbuatan yang berlandaskan moralitas. Tetapi
bercermin dari kisah tersebut, ternyata kita akan menanggung risiko
yang lebih buruk atas kebisuan. Mungkin kita akan semakin sering
melihat, mendengar, atau bahkan mengalami sendiri kisah tragis itu,
apabila kita tidak peduli alias membutakan mata terhadap tindak apa
pun yang mengabaikan moralitas.
Jadi jangan ragu untuk menyuarakan kebenaran. Tetapi terlebih dahulu
perbaiki diri, terutama sikap kita agar sesuai dengan nilai-nilai
moralitas. Bersikaplah waspada untuk terus memperbaiki diri, karena
perubahan itu terjadi secara perlahan tanpa kita sadari.
Sementara itu, kumpulkan keberanian sebelum menghadapi situasi yang
tidak menguntungkan. “Summon your courage, whatever it takes to get
that courage, wherever that source of courage is for you. –
Kumpulkan keberanianmu, bagaimanapun caranya dan dimanapun Anda bisa
mendapatkannya, ” kata Dr. Marsha Houston, dekan fakultas studi
komunikasi universitas Alabama-AS. Keberanian Anda akan semakin
besar untuk mengungkapkan ketidaksepahaman hati bila didasari
motivasi ingin menegakkan moralitas.
Kita dapat melihat bagaimana keberanian Sumidjan, seorang tokoh
penggiat gerakan anti KKN asal Bontang. “Saya prihatin dengan
keadaan bangsa ini. Kalau dibiarkan (KKN), bangsa ini akan
bangkrut,” demikian ujar Sumidjan. Pria yang hanya tamatan SLTP itu
beranggapan bahwa para koruptor adalah biang keterpurukan rakyat
kecil sehingga mereka hidup terlunta-lunta. Sumidjan kerap berdemo
dan mengkritik penguasa di kota Bontang.
Motivasi Sumidjan semata-mata adalah ingin moralitas ditegakkan di
kalangan pejabat, wakil rakyat, pemerintahan maupun penegak hukum.
Tak mengherankan jika ia pantang menyerah meskipun sering menjadi
korban tindak kekerasan, diancam dan dihajar preman saat berdemo.
Pria yang sudah mendapatkan Tiga Pilar Award 2007 dari Meneg PAN
Taufik Effendi itu juga telah dilaporkan ke polisi dan divonis
penjara 3 bulan, dan rumahnya nyaris dibakar, usahanya berjualan es
campur di Bontang disabotase dan lain sebagainya. Semua itu tidak
membuatnya surut langkah, bahkan sampai saat ini ia bertambah gencar
melakukan aksi demo memprotes para koruptor yang tidak bermoral.
Jangan pula kita takut untuk menyuarakan kebenaran, selama tindakan
tersebut dilakukan untuk membela kepentingan semua orang tanpa
membeda-bedakan. “Jika Anda menjuluki seseorang secara rasis, maka
sebuah tembok akan membentengi Anda dan dirinya. – If you simply
call someone a racist, a wall goes up,” ungkap Dr. K.E. Supriya,
seorang profesor ahli komunikasi di Universitas Wisconsin-Milwaukee ,
dan ahli dalam aturan gender dan indentitas budaya dalam komunikasi.
Menyuarakan kebenaran adalah salah satu cara untuk memberi makna
bagi diri kita sebagai umat manusia. Namun di tengah kultur
kehidupan yang semakin individualis dan mendewakan materialisme
seperti saat ini, upaya menyuarakan kebenaran pasti mendapatkan
tantangan cukup berat. Tetapi selama kita berkomitmen untuk
memperjuangkan nilai-nilai moralitas maka suatu saat pasti kita akan
memetik hasil yang positif pula.[aho]
Sumber: Berani Menyuarakan Kebenaran oleh Andrew Ho adalah seorang
pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller
0 komentar:
Posting Komentar