Kali ini saya ingin membahas tentang UNAS dari kliping berita mengenai pendidikan dari media harian Jawapos. Inginnya sih bisa sering update namun sayang kesulitan dalam membagi waktu. Oke langsung saja kliping berita pendidikan mengenai Unas berikut ini.
Mahkamah Agung (MA) memastikan bahwa pihaknya tak pernah melarang penyelenggaraan ujian nasional (unas). Amar putusan MA yang terbit pertengahan September tahun lalu hanya menyebutkan agar pemerintah melakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan kualitas guru dan sarana prasarana sebelum melaksanakan unas.
"Artinya, bila pemerintah sudah melakukan perbaikan meski belum selesai, unas bisa dilaksanakan. Ukuran perbaikannya seperti apa, yang menentukan pemerintah. Yang penting, ada perubahan," jelas Ketua MA Harifin Tumpa setelah bertemu dengan Panitia Kerja (Panja) Unas Komisi X DPR dan Wakil Mendiknas Fasli Jalal kemarin (21/1).
Harifin menjelaskan, ada dua tuntutan yang dilayangkan penggugat. Pertama, gugatan primer yang meminta pemerintah membuat peraturan untuk menunda pelaksanaan unas. Kedua, tuntutan subsider yang meminta pemerintah memperbaiki kualitas guru, sarana prasarana, dan informasi. Selain itu, pemerintah diminta mengatasi persoalan psikologis para siswa yang tidak lulus unas pada 2006.
Gugatan pertama ditolak pengadilan negeri (PN) sehingga putusan yang dikabulkan adalah tuntutan subsider. Yakni, meminta kepada tergugat untuk memperbaiki kualitas guru, sarana prasarana, dan informasi sebelum menyelenggarakan unas. Putusan itulah yang akhirnya diperkuat pengadilan tinggi hingga MA.
"Dengan begitu, tidak ada larangan, pembatalan, maupun penundaan ujian tersebut," tuturnya. Harifin menegaskan, MA berupaya mengambil putusan yang terbaik untuk pemerintah maupun masyarakat. "Kalau kami dituduh cenderung ke pemerintah, kenapa gugatan itu tidak kami tolak saja semuanya," tanyanya. Karena itu, MA mengambil amar agar pemerintah memperbaiki mutu guru dan sarana prasarana.
Ketua Panja Komisi X DPR Rully Chairul Azwar mengatakan, MA telah memberi penegasan ihwal unas. Prinsipnya, lanjut Rully, tidak ada larangan pelaksanaan unas. Dengan demikian, secara hukum tidak ada persoalan dalam penyelenggaraan unas.
Dia mengatakan, tugas panja adalah menyampaikan hasil pertemuan itu ke komisi X serta memberi rekomendasi. Keputusan pelaksanaan unas tetap di tangan komisi X. "Hasilnya baru bisa diketahui Selasa pekan depan," ungkapnya. Dengan penegasan MA tersebut, komisi X akan tunduk pada keputusan hukum.
Namun, sebelum komisi X memutuskan pelaksanaan unas, anggarannya belum bisa cair. "Kami tidak bisa mencabut tanda bintang pada item anggaran sebelum ada keputusan resmi dari komisi X," ungkapnya. Sebagaimana diwartakan, anggaran unas belum cair karena belum ada kepastian pelaksanaan unas. Tahun ini pemerintah menganggarkan Rp 524 miliar untuk unas.
Wakil Mendiknas Fasli Jalal mengatakan, dengan adanya penjelasan dari MA, tidak ada lagi interpretasi beragam dari berbagai kalangan ihwal putusan tersebut. "Konteks keputusan itu tidak ada yang membatalkan, menunda, dan melarang unas," tegasnya. Pemerintah, kata dia, hanya diminta melakukan berbagai perbaikan. "Kami lakukan perbaikan itu sejak 2006," ujarnya.
Fasli menyebut, pada 2006 pemerintah mengalokasikan BOS Rp 5 triliun. Saat ini alokasi BOS mencapai Rp 18 triliun. Untuk peningkatan kualitas guru, pemerintah telah memberikan beasiwa terhadap 270 ribu guru untuk melanjutkan S-1. Hingga 2010, sudah ada 800 ribu yang menikmati beasiswa tersebut. Tak hanya itu, hingga 2010 pemerintah sudah mencairkan anggaran Rp 15 triliun untuk pemberian tunjangan profesi guru. (kit/oki).
Sumber kliping berita di atas adalah Jawapos edisi 22 Januari 2010.
Mahkamah Agung (MA) memastikan bahwa pihaknya tak pernah melarang penyelenggaraan ujian nasional (unas). Amar putusan MA yang terbit pertengahan September tahun lalu hanya menyebutkan agar pemerintah melakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan kualitas guru dan sarana prasarana sebelum melaksanakan unas.
"Artinya, bila pemerintah sudah melakukan perbaikan meski belum selesai, unas bisa dilaksanakan. Ukuran perbaikannya seperti apa, yang menentukan pemerintah. Yang penting, ada perubahan," jelas Ketua MA Harifin Tumpa setelah bertemu dengan Panitia Kerja (Panja) Unas Komisi X DPR dan Wakil Mendiknas Fasli Jalal kemarin (21/1).
Harifin menjelaskan, ada dua tuntutan yang dilayangkan penggugat. Pertama, gugatan primer yang meminta pemerintah membuat peraturan untuk menunda pelaksanaan unas. Kedua, tuntutan subsider yang meminta pemerintah memperbaiki kualitas guru, sarana prasarana, dan informasi. Selain itu, pemerintah diminta mengatasi persoalan psikologis para siswa yang tidak lulus unas pada 2006.
Gugatan pertama ditolak pengadilan negeri (PN) sehingga putusan yang dikabulkan adalah tuntutan subsider. Yakni, meminta kepada tergugat untuk memperbaiki kualitas guru, sarana prasarana, dan informasi sebelum menyelenggarakan unas. Putusan itulah yang akhirnya diperkuat pengadilan tinggi hingga MA.
"Dengan begitu, tidak ada larangan, pembatalan, maupun penundaan ujian tersebut," tuturnya. Harifin menegaskan, MA berupaya mengambil putusan yang terbaik untuk pemerintah maupun masyarakat. "Kalau kami dituduh cenderung ke pemerintah, kenapa gugatan itu tidak kami tolak saja semuanya," tanyanya. Karena itu, MA mengambil amar agar pemerintah memperbaiki mutu guru dan sarana prasarana.
Ketua Panja Komisi X DPR Rully Chairul Azwar mengatakan, MA telah memberi penegasan ihwal unas. Prinsipnya, lanjut Rully, tidak ada larangan pelaksanaan unas. Dengan demikian, secara hukum tidak ada persoalan dalam penyelenggaraan unas.
Dia mengatakan, tugas panja adalah menyampaikan hasil pertemuan itu ke komisi X serta memberi rekomendasi. Keputusan pelaksanaan unas tetap di tangan komisi X. "Hasilnya baru bisa diketahui Selasa pekan depan," ungkapnya. Dengan penegasan MA tersebut, komisi X akan tunduk pada keputusan hukum.
Namun, sebelum komisi X memutuskan pelaksanaan unas, anggarannya belum bisa cair. "Kami tidak bisa mencabut tanda bintang pada item anggaran sebelum ada keputusan resmi dari komisi X," ungkapnya. Sebagaimana diwartakan, anggaran unas belum cair karena belum ada kepastian pelaksanaan unas. Tahun ini pemerintah menganggarkan Rp 524 miliar untuk unas.
Wakil Mendiknas Fasli Jalal mengatakan, dengan adanya penjelasan dari MA, tidak ada lagi interpretasi beragam dari berbagai kalangan ihwal putusan tersebut. "Konteks keputusan itu tidak ada yang membatalkan, menunda, dan melarang unas," tegasnya. Pemerintah, kata dia, hanya diminta melakukan berbagai perbaikan. "Kami lakukan perbaikan itu sejak 2006," ujarnya.
Fasli menyebut, pada 2006 pemerintah mengalokasikan BOS Rp 5 triliun. Saat ini alokasi BOS mencapai Rp 18 triliun. Untuk peningkatan kualitas guru, pemerintah telah memberikan beasiwa terhadap 270 ribu guru untuk melanjutkan S-1. Hingga 2010, sudah ada 800 ribu yang menikmati beasiswa tersebut. Tak hanya itu, hingga 2010 pemerintah sudah mencairkan anggaran Rp 15 triliun untuk pemberian tunjangan profesi guru. (kit/oki).
Sumber kliping berita di atas adalah Jawapos edisi 22 Januari 2010.
0 komentar:
Posting Komentar